History Desa Lagetang
Kisah ini sudah lama, tetapi banyak yang belum mengetahuinya. Kisah ini hendaknya menjadi ibroh (Pelajaran), bahwa apabila suatu daerah bermaksiat semua, bisa jadi Allah akan mengazabnya secara langsung.
Tenggelamnya
Desa Legetang
Dukuh Legetang adalah sebuah daerah di
lembah pegunungan Dieng, sekitar 2 km ke utara dari kompleks pariwisata Dieng
Kabupaten Banjarnegara. Dahulunya masyarakat dukuh Legetang adalah
petani-petani yang sukses sehingga kaya. Berbagai kesuksesan duniawi yang
berhubungan dengan pertanian menghiasi dukuh Legetang. Misalnya apabila di
daerah lain tidak panen tetapi mereka panen berlimpah. Kualitas buah/sayur yang
dihasilkan juga lebih dari yang lain. Namun barangkali ini merupakan “istidraj”
(disesatkan Allah dengan cara diberi rizqi yang banyak dan orang tersebut
akhirnya makin tenggelam dalam kesesatan).
Masyarakat dukuh Legetang umumnya ahli
maksiat dan bukan ahli bersyukur. Perjudian disana merajalela, begitu pula
minum-minuman keras (yang sangat cocok untuk daerah dingin). Tiap malam mereka
mengadakan pentas Lengger (sebuah kesenian yang dibawakan oleh para penari
perempuan, yang sering berujung kepada perzinaan). Anak yang kawin sama ibunya
dan beragam kemaksiatan lain sudah sedemikian parah di dukuh Legetang.
Pada suatu malam turun hujan yang
lebat dan masyarakat Legetang sedang tenggelam dalam kemaksiatan. Tengah malam
hujan reda. Tiba-tiba terdengar suara “buum”, seperti suara benda yang teramat
berat berjatuhan. Pagi harinya masyarakat disekitar dukuh Legetang yang
penasaran dengan suara yang amat keras itu menyaksikan bahwa Gunung
Pengamun-amun sudah terbelah (bahasa jawanya: tompal), dan belahannya itu
ditimbunkan ke dukuh Legetang.
Dukuh Legetang yang tadinya berupa
lembah itu bukan hanya rata dengan tanah, tetapi menjadi sebuah gundukan tanah
baru menyerupai bukit. Seluruh penduduknya mati. Gegerlah kawasan dieng…
Seandainya gunung Pengamun-amun sekedar longsor, maka longsoran itu hanya akan
menimpa dibawahnya. Akan tetapi kejadian ini bukan longsornya gunung.
Antara dukuh Legetang dan gunung
Pengamun-amun terdapat sungai dan jurang, yang sampai sekarang masih ada. Jadi
kesimpulannya, potongan gunung itu terangkat dan jatuh menimpa dukuh Legetang.
Siapa yang mampu mengangkat separo gunung itu kalau bukan Allah Tabaroka
wata’ala?
Kini diatas bukit bekas dukuh Legetang dibuat tugu
peringatan. Ditugu tersebut ditulis dengan plat logam:
“TUGU PERINGATAN ATAS TEWASNJA 332 ORANG PENDUDUK DUKUH
LEGETANG SERTA 19 ORANG TAMU DARI LAIN-LAIN DESA SEBAGAI AKIBAT LONGSORNJA
GUNUNG PENGAMUN-AMUN PADA TG. 16/17-4-1955”
Allah Maha Besar.
Jika Anda dari daerah Dieng menuju ke
arah (bekas) dukuh Legatang maka akan melewati sebuah desa bernama Pakisan.
Sepanjang jalan itu Anda mungkin akan heran melihat wanita-wanitanya banyak
yang memakai jilbab panjang dan atau cadar. Memang sejak dulu masyarakat
Pakisan itu masyarakat yang agamis, bertolak belakang dengan dukuh Legetang,
tetangga desanya yang penuh dengan kemaksiatan. Ketika kajian triwulan Forum
Komunikasi Ahlussunnah wal Jamaah Kabupaten Banjarnegara bertempat di Pakisan,
maka masyarakat Pakisan berduyun-duyun ke masjid untuk mendengarkan kajian dari
Ustadz Muhammad Umar As Sewed. Ya, hampir semua masyarakat Pakisan aktif
mengikuti kajian.
0 komentar:
Posting Komentar